Pages

Kamis, 20 Oktober 2011

Gunung Pangrango

Rencana pendakian kami para penggiat alam kali ini jatuh pada gunung Gede Pangrango dan puncak Gn. Pangrango dengan ketinggian 3019 mdpl adalah tujuan kami, yang terletak di Kota Bogor Jawa Barat. Persiapanpun kami lakukan, mulai dari persiapan alat kami yang semakin usang sampai pembelian beberapa peralatan dan juga logistik yang akan kami perlukan selama petualangan kami nanti.

Petualangan ini memang bukan yang pertama bagi kami, terakhir kami melakukan kegiatan alam bebas seperti ini pada tahun 2010 lalu, itu sudah berselang satu tahun, dan kegiatan itu kami lakukan di Gn Gede, tetangga Gn Pangrango yang memiliki ketinggian 2931 mpdl. Petualangan ke Gn. Pangrango inipun bukan pertama kalinya, terakhir kali kami menjejakkan kaki kami ke puncak Gn. Pangrango itu pada tahun 1998 lalu, sudah 12 tahun lamanya. Dan kamipun bertanya tanya seputar tujuan kami itu, setelah googling, kami pun mendapat beberapa informasi mengenai gunung gede pangrango.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama. Gunung Pangrango mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.



Informasi yang kami dapat mengenai gunung pangrango sangat minim, kebanyakan informasi mengenai gunung gede saja, setelah menentukan waktu yang tepat bagi kami semua, salah satu dari kamipun segera melakukan pendaftaran di kantor Taman Nasional Gn. Gede Pangrango yang berlokasi di
Jl. Raya Cibodas PO Box 3 Sindanglaya
Cipanas 43253, Cianjur, Jawa Barat
Telp. (0263) 512776; Fax. (0263) 519415
E-mail : tngp@cianjur.wasantara.net.id





Persiapan demi persiapan kami lakukan hingga hari h, mulai dari tenda hingga makanan kering yang akan perlukan selama berada di rimba, namun menjelang hari pemberangkatan kami, salah satu rekan kami mengalami cidera pada pangkal kakinya sehingga tidak memungkinkan untuk turut serta dalam kegiatan kali ini. Kamipun tersentak kaget mendengar berita itu, terlebih saya, mengingat bahwa setiap pendakian gunung saya pasti ada dia selaku partner kegiatan alam bebas.

Namun tekad kami sudah bulat, perjalanan ini harus tetap dilakukan, kerinduan akan suasana asri, kerinduan akan ramahnya penduduk desa, kerinduan akan dingin yang menusuk tulang dan juga keinginan untuk segera melepaskan penat diri akan kota besar yang penuh dengan polusi begitu membuncah dalam diri kami sehingga kami tetap manjadikan ladang ilalang yang penuh savana dan edelweis di mandala wangi target kami dalam perjalanan kami ini.

Hari yang sudah lama kami tunggu itupun tiba, selepas menunaikan ibadah shalat shubuh, sayapun langsung bergegas menuju rumah kawan saya sesuai yang kami sepakati semalam untuk berkumpul. Setelah memanaskan mobil dan kami loading peralatan kami kedalam minivan kami mulai perjalanan melewati tol Jagorawi menuju Cibodas, sesampainya di lokasi yang kami tuju, kamipun langsung menuju warung makan langganan kami untuk sarapan dan menitipkan kendaraan untuk beberapa hari kedepan.

Setelah melakukan pendaftaran ulang, briefing singkat yang kemudian diikuti dengan doa bersama serta pemanasan pun kami lakukan. Pukul 09.00 saya dan tiga rekan memulai pendakian di pagi yang cerah itu. Perjalanan di awal terasa berat, mungkin karena kami semua sudah lama tidak melakukan olahraga yang dapat menjaga kebugaran kami, tidak sampai lima belas menit kami pun sudah melakukan istirahat pertama kami, itupun bukan ditempat yang lapang. Setelah merasa cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan hingga tempat peristirahatan berikutnya di telaga biru, sebuah danau kecil berukuran lima hektar (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.















Pukul 10.00 kami lanjutkan perjalanan kami menuju pos berikutnya dengan melewati jalan berbatu dan jembatan kayu buatan manusia yang menghilangkan kesan alami, setelah satu jam perjalanan, tibalah kami di sebuah pos yang berada dipertigaan menuju lokasi wisata air terjun cibeureum, waktu sudah menunjukan pukul sebelas siang, kamipun beristirahat cukup lama di sini, karena saya mengikuti prosesi sholat jumat berjamaah yang spontan dilakukan oleh para pendaki lainnya yang berjumlah lebih dari sepuluh orang, ini merupakan pengalaman unik bagi saya yang baru pertama kali melakukan sholat jumat berjamaah di dalam hutan.

Perjalanan selanjutnya terbilang cukup jauh, karena pos terdekat adalah kandang batu, namun karena kami memang berniat untuk melakukan perjalanan ini dengan santai, banyak tempat yang kami jadikan sebagai tempat peristirahatan, termasuk jalur yang cukup luas yang kemudian kami jadikan lokasi makan siang kami. Setelah merasa cukup beristirahat perjalananpun kami lakukan, tujuan lokasi bermalam kami adalah pos kandang badak, namun karena waktu sudah mulai sore dan keadaan sudah mulai gelap, kamipun mendirikan tenda di pos kandang batu, disini saya dan rekan mandi di kali air belerang yang terletak dekat dengan penginapan kami malam itu. Cukuo banyak pendaki lain yang melakukan kegiatan alam bebas malam itu, sehingga lokasi yang cukup lapang menjadi penuh dengan tenda para pendaki

Malam itu menjadi ramai, kamipun ikut meramaikan malam dengan menyeduh kopi jahe yang kami seduh dengan air yang kami ambil dari sumber mata air bukan belerang yang terletak cukup jauh dari tenda kami malam itu. Rendahnya suhu kami hangatkan dengan senda gurau yang kami lakukan di depan tenda dekat dengan tungku masak kami. Gelas demi gelas kami habiskan terasa selalu cepat menjadi dingin walau baru kami seduh, berteman penganan ringan perbincangan kami lakukan hingga larut malam.

Mentari pagi menyapa hangat diantara rimbunnya pohon di kandang batu kala itu,kamipun melakukan kegiatan pagi itu dengan bermalas malasan, tubuh ini seperti tidak ingin melanjutkan pendakian sesuai target kami yaitu mandalawangi,namun ada beberapa hal yang menyemangati kami, salah satunya adalah dendam dua belas tahun lalu, ketika ekspedisi pagrango tahun 1998 lalu, saya hanya sampai puncak saja, tidak sampai mandalawangi.

Selesai sarapan roti dan minum susu hangat, kami pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan yang masih lebih dari setengah jarak yang telah kami tempuh, agar mempercepat dan memudahkan pendakian, kamipun sepakat memutuskan untuk meninggalkan peralatan berat kami seperti keril, sleeping bag dll didalam tenda yang kami dirikan semalam.

Perjalanan menuju pos kandang badak dapat kami tempuh dalam waktu singkat karena kami hanya membawa satu keril dan satu daypack secara bergantian. Setelah beristirahat singkat, kaki ini kami langkahkan melanjutkan pendakian. Medan selepas kandang badak cukup terjal, jalan setapak yang sempit, pohon tumbang yang menghalangi jalur, membuat kami kewalahan menghadapinya. Letih mulai menghinggapi kami, terlebih saya yang sudah kelebihan berat badan dan satu rekan saya yang baru melakukan pendakian. Teman pendaki lain mulai jarang terlihat karena banyak pendaki yang lebih memilih puncak gn. gede sebagai tujuan mereka, hanya satu dua saja yang satu tujuan dengan kami. Tempat istirahat yang nyamanpun jarang kami temui, duduk ditanah datar atau bersandar pada dahan besar adalah hal yang kami lakukan mengingat rasa letih yang datang menghampiri tanpa kompromi, karena jalan saya dan salah satu rekan saya yang melambat, dua rekan saya yang lain kemudian mengambila alih bawaan kami yang menjadi beban, lalu mereka berdua jalan meninggalkan kami lebih dulu dengan memberi semangat kepada saya dan seorang rekan saya yang tertatih tatih menapaki jalur yang semakin tidak bersahabat. Beberapa kali tim pendaki lain mendahului saya, dan dua rekan saya yang diatas masih tetap menggebu gebu berteriak menyemangati kami, sang mentari mulai beranjak meninggi tepat di atas kami, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, sudah lebih dari tiga jam sejak pemberangkatan kami dari pos kandang badak, namun belum ada tanda tanda atau teriakan dari dua rekan yang mendahului kami sejak tadi, wajah putus asa mulai tampak di wajah kami yang lesu, namun tetap kami saling menyemangati, walau kami saling mengetahui bahwa sesungguhnya jauh dalam hati kami ingin kembali turun ke tenda dan menunggu.

Pelan pelan kami susuri jalur terjal, seringkali kami berhenti mangatur nafas yang tersengal. Botol air minum kamipun sudah berkurang banyak, tak lama berjalan, saya bertemu kedua rekan saya yang tadi mendahului sedang beristirahat lalu menawarkan kami secangkir teh manis hangat dan roti coklat, yang kemudian mengingatkan kami bahwa puncak sudah dekat, hanya beberapa saat saja. Sambil menyeruput teh manis dan mengunyah roti, canda pun hadir menghapus letih kami. Ketika melihat pemandangan sekeliling, sangat indah, sudah mulai banyak pohon cantigy dan beberapa rumpun edelweiz. Entah dari mana timbulnya, tenaga yang tadi sudah terkuras mulai kembali menyatu mengalahkan keputusasaan yang sempat hinggap. Langkah kami mulai dengan semangat, tak sampai setengah jam, dahan dahan pohon mulai terlihat rendah, sebuah pertanda bahwa puncak semakin dekat. Pukul 13.00 kami tiba di puncak gn. pangrango ( 3018 mpdl)



Puncak gn. pangrango memang tidak seindah puncak gn. gede, pemandangan terhalang oleh pepohonan yang cukup rindang tidak seperti puncak gn. gede dimana kita bisa puas memandang ke segala penjuru, tidak juga luas bahkan terkesan sempit seperti puncak gn salak dua, namun pencapaian puncak mempunyai arti tersendiri bagi para pendaki. Perjalanan kami lanjutkan ke tujuan awal kami, tempat yang dua belas tahun lalu tidak sempat saya singgahi, tempat dimana ladang penuh dengan bunga keabadian, yaitu mandalawangi. Hanya butuh waktu singkat, sekitar lima menit dari puncak gn. pangrango menuju mandalawangi.

Sesampainya di tujuan misi kami, saya teringat sebuah puisi karya Soe Hok Gie

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

"hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah"

dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

Jakarta 19-7-1966
SOE HOK-GIE

Mandalawangi merupakan ladang savana yang begitu indah dan asri, memang tidak seluas surya kencana gunung gede namun dapat menyejukkan mata yang memandang, dipenuhi oleh pohon edelweis yang sedang berbunga. Sejenak kami beristirahat, melontarkan senyum pada alam, melepas canda untuk memecahkan dingin yang menusuk. Selepas menunaikan shalat dzuhur kami melangkah utnuk pulang, melewati puncak pangrango, tertawa bangga didalam hati ketika melewati setiap rintangan yang telah berhasil kami lewati, tersenyum malu ketika tadi sempat putus asa ingin kembali turun sebelum sampai tujuan.

Pukul tiga sore kami sudah sampai di kandang batu, tempat kami semalam bermukim, setelah menyantap makan siang yang sudah sangat kami nantikan sepanjang perjalanan turun dari atas kamipun segera merapihkan tenda. Selepas menunaikan ibadah shalat ashar, kami segera melangkahkan kaki menuju cibodas dengan maksud agar tiba di pos awal sebelum matahari terbenam, namun karena badan kami sudah terlampau letih perjalanan turun kami lakukan perlahan, menjelang gelap kami sempat bermain di air terjun untuk menyegarkan kami yang melemas. Hari sudah gelap, senter kami siapkan untuk membantu penglihatan kami menyusuri jalan, terutama jalur jembatan kayu yang sudah mulai banyak lubang.Sesampainya di pos bawah, pemeriksaan dilakukan terhadap kami dan setiap pendaki, memeriksa apakah kami membawa flora dari puncak gunung dan apakah kami membawa kembali sampah dari atas gunung, ini tujuannya adalah untuk pelestarian lingkungan gunung dan berguna bagi kami penikmat alam nan indah.

Lelah memang perjalanan untuk menikmati alam pegunungan, dingin yang dapat menyengsarakan selama berada di daerah ketinggian tak membuat kami para penikmat ayat ayat yang terhampar ini kapok untuk kembali menjejakkan kami di pegunungan, suatu hari nanti kami akan melakukan kegiatan alam bebas lagi.